Jumat, 07 Maret 2008

"tak mau beramal dana?" Setetes Dhamma Sebongkah Berlian

Bahkan meskipun di hadapan bencana yang mengancam,orang yang baik tak akan berpaling dari melakukan amaldana. Siapakah yang kemudian ketika aman dan bahagia,tak mau beramal dana?Pads suatu ketika, saat Sang Buddha masih sebagaiBodhisattva, ia lahir sebagai putra dari sebuahkeluarga yang baik. Diberkati dengan semangat yangtiada terhingga serta keberuntungan, ia menjadipemimpin sukunya. la memiliki tanah perkebunan yangluas, dan berkat kejujuran serta kepandaiannya dalamberdagang, ia mendapat penghormatan yang tinggi darisemua orang. Singkatnya, ia mempelajari berbagaicabang pengetahuan serta keterampilan, memurnikanpikirannya, menciptakan kemuliaan bersama dengankemuliaannya, memberi kehormatan baginya bahkan olehsang raja.Menekuni ajaran tentang dana, ia terus-menerusberusaha berbagi kekayaan yang dimilikinyabersama-sama masyarakat. Orang miskin memuji-mujinyahingga kemana-mana, menyebarluaskan reputasinyasebagai seorang dermawan ke segala penjuru; merekasangat mempercayainya, sehingga mau mengutarakan apasaja yang mereka inginkan dengan leluasa kepadanya.Bagi dirinya, yang tak terpengaruh oleh ketamakan, iatidak lagi mempertahankan hartanya baik untukkesenangannya sendiri, ataupun untuk menimbulkanpengaruh bagi orang lain karena ia merasa tak mungkinbagi dirinya melihat penderitaan apa pun tapi menolakuntuk membantu.Pada suatu hari, seorang pengemis yang merupakanseorang Pratyekabuddha di mana api pengetahuan telahmembakar segala noda nafsunya, mendekati kediamanBodhisattva. Saat itu keinginan pengemis tersebuthanyalah demi berkembangnya kebajikan SangBodhisattva, dan dengan maksud itu ia muncul di pintugerbang tepat pada saat makan siang, tepat ketikaMahasattva baru saja mandi dan menghiasi dirinya,hendak duduk untuk bersantap siang. Terdapatbermacam­-macam makanan dalam jumlah banyak yang telahdipersiapkan oleh juru masak terbaiknya,makanan-makanan yang rupa, aroma, rasa, bentuk sertasegala sesuatunya menyenangkan. Pada siang yang tenangitu, sang pertapa berdiri di luar rumah tanpadipersilahkan ataupun diusir, melihat dengan jelas dantenang tak berapa jauh di hadapannya, tangannya yangbagaikan bunga padma memegang mangkok kayu pindapatra.Ketika itu Mara, si jahat, tak tahan melihatBodhisattva menikmati kesenangan dari memberi danamakanan. Bermaksud hendak menghalangi perbuatanberdananya, Mara menciptakan sebuah neraka yang sangatdalam, dengan lebar beberapa depa, yang menjadipemisah antara si pengemis dengan gerbang pintunya. Didalam neraka tersebut, tampak beratus-ratus orang didalam kobaran api, mengeluarkan gemuruh yangmengerikan: Sungguh-sungguh merupakan pemandangan yangmenakutkan.Akan tetapi Bodhisattva, hanya melihatPratyekabuddha, kemudian berkata dengan lembut kepadaistrinya: "Pergilah, istriku, berilah orang suci itumakanan." Saat itu juga istrinya mendekati pintudengan membawa sebuah tempayan penuh makanan yangsesuai bagi pengemis. Tetapi di dekat pintu, iamenengok ke arah neraka tersebut, merasakan ketakutandan memekik histeris. Begitu takutnya hinggatenggorokannya terkunci saat Bodhisattva bertanyakepadanya apa yang terjadi, ia tergagap tak dapatberbicara.Tak mau ada orang suci yang pergi dari rumahnyadengan tangan hampa, Bodhisattva tak menghiraukanketakutan istrinya. Meraih tempayan makanan tersebutdengan tangannya sendiri, ketika akan melewati pintuia juga melihat neraka yang mengerikan tersebut. Padasaat ia berdiri di situ, keheranan pada apa yangterjadi tersebut, Mara, si jahat, tiba-tibamenampakkan dirinya. Menyamar sebagai seorang dewaagung, Mara keluar dari tembok rumah dan melayang diudara, berbicara yang kedengarannya menyenangkankepada Bodhisattva:“Perumah tangga, lihatlah neraka Maharaurava ini,dari situ sungguh sangat sulit untuk membebaskan diri!Ini adalah neraka bagi mereka yang merasa senangterhadap pujian dari para pengemis, mereka yangdiliputi nafsu jahat kemurahan hati, dan memberikanseluruh hartanya yang dikumpulkan dengan baik. Di sinimereka akan berdiam selama beribu-ribu tahun."Harta adalah sebab yang membawa pemurnian bagiketiga dunia. Jika seseorang memberikan hartanya,bagaimana mungkin ia tidak merusak Dharma? Barangsiapa yang merusak harta ia merusak kebenaran. Tidakpantaskah orang yang menghancurkan Dharma, denganmenghancurkan harta, harus pergi ke alam neraka?"Dan neraka ini yang tampak seperti jilatanNarakantaka di tangga pintumu, akan menelanmu karenadosa-dosamu yang tiada terbilang akibatmembagi-bagikan hartamu, yang menjadi akar dari segalaDharma. Sejak sekarang hentikan memberi dana, denganbegitu akan menahan kejatuhanmu yang langsung ke dalamjilatan kobaran api ini, berbagi nasib dengan pemberidana makanan malang itu yang menggeliat kesakitan danmenangis tiada henti."Kekayaan, sebaliknya, dari mereka, yang mengurangikebiasaan buruknya memberi, akan mencapai alam paradewa! Bebaskan dirimu dari usaha beramal dana, yangmenjadi rintangan kebahagiaan surgawi. Jalankanketidakpedulian!"Bodhisattva mengetahui bahwa orang yang mengatakanhal seperti ini pastilah orang yang jahat. "Inipastilah rintangan kemurahan hatiku," pikirnya. Tetapgigih namun baik, dan sesuai kebajikan, ia menjawab:"Pada intinya yang telah engkau tunjukkan kepadakuadalah jalan orang-orang jahat. Singkatnya, itu sesuaihingga para dewa harus menunjukkan belas kasihnyamelalui perbuatan mereka serta kecakapannya dalammenolong makhluk lain. Bukankah lebih baik mencegahpenyakit sebelum ia berjangkit, atau setidak-tidaknyamenggunakan obat penawar segera setelah tanda-tandapertama muncul. Mengingat bahwa jika penanganan yangsalah akan membuat penyakitnya semakin berkembang,terlambat menggunakan obat penyembuh hanya akanmenyebabkan bencana. Keinginanku untuk berdana telahtumbuh, ketakutanku, jauh melampaui jangkauanpertolongan – karena pikiranku kini tak dapatberpaling dari perbuatan memberi, mengabaikannasihatmu sungguh suatu sikap yang tepat."Mengingat bahwa ucapanmu menganggap kemurahan hatisebagai dosa dan harta sebagai kebenaran, aku khawatirkemampuan pemahaman manusiawiku yang lemah tak mampumemahaminya. Bagaimana bisa kekayaan tanpa kemurahanhati, dapat disebut sebagai jalan kebajikan? Katakankepadaku, jika demikian kapan kekayaan akan membawakebajikan? Seperti halnya harta karun yang terpendam,barangkali? Atau ketika telah dicuri oleh para pencurijahat? Atau ketika hilang di dasar laut, atau ketikamenjadi bahan bakar api?"Bahkan, dengan berkata bahwa para pemberi dana akanpergi ke neraka dan yang menerima akan pergi ke surga,engkau hanya membuat keinginanku untuk berdana semakinkuat. Semoga kata-kata itu benar adanya! Semoga merekayang mengemis kepadaku langsung muncul di alam surga!Mengingat bahwa bukan demi kebahagiaanku sendiri akuberdana, tetapi demi kebahagiaan semua makhluk."Kemudian Mara, si jahat, memeluk Bodhisattva, sepertisahabat karib mengucapkan sesuatu vang menyenangkan ditelinganya: "Terserah padamu apakah kata-kataku bohongatau demi kebaikanmu. Lakukan yang kauinginkan.Bersyukur atau menyesal, Engkau tak akan cepatmelupakanku."Bodhisattva menjawab: "Pak, maafkan aku. Ataskemauanku sendiri aku akan menjatuhkan diri ke dalamapi neraka yang berkobar dan merasakan jilatan apinya.Daripada memilih mengabaikan kebajikan para pengemisyang telah menunjukkan rasa percayanya pada dirikudengan datang mengemis kepadaku."Sehingga Bodhisattva, bersandar pada kekuatankeberuntungan yang baik (yang sepenuhnya memahamidengan baik bahwa akibat sesungguhnya dari kemurahanhati bukanlah keburukan), melangkah menuju neraka yangterhampar di hadapannya. Dan dalam melakukannya,hatinya tak tersentuh oleh perasaan takut, dankehendaknya untuk memberi jauh melampaui yangsebelumnya, mengabaikan pendapat maupun usul dari parasanak keluarga serta para pelayannya.Berkat kekuatan kebajikan Bodhisattva, bunga padmabermekaran di tengah neraka tersebut; kuntum bunganyamelambai-lambai seolah-­olah menertawakan Mara,membawa Mahasattva menyeberangi samudra api tersebut.Berdiri di hadapan Pratyekabuddha, perumah tanggamengisi mangkok pindapatra sang pertapa denganmakanan, sementara perasaan hatinya sendiri diliputioleh kebahagiaan dan kesukacitaan.Pratyekabuddha, memperlihatkan rasa puasnya, terbangtinggi ke angkasa, hujan turun dengan lebatnya,menyala dengan keagungan bagaikan awan yang terangoleh kilasan kilat. Kalah dan kecewa, Mara kehilangankekuatannya. Tak sanggup menatap wajah Bodhisattva, ialenyap bersama dengan nerakanya.Dari kisah ini orang dapat melihat bagaimana orangbaik tidak surut dari melakukan pemberian, bahkanmeskipun berada dalam bahaya; lalu siapakah, yangberada dalam keadaan aman dan bahagia tak melaksanakanamal dana? Orang yang pemberani dan yang berhatimulia, tak akan berjalan melewati jalan yang salah,meskipun dalam ketakutan.SRESHTHI JATAKAKELAHIRANNYA SEBAGAI PEMIMPIN SUKU

Tidak ada komentar: