Rabu, 12 Maret 2008

(Tipitaka) arif Kisah Bhikkhu Dhammika

Dhammika tinggal di Savatthi bersama istrinya. Suatu hari, ia berkatakepada istrinya yang sedang hamil bahwa ia berkeinginan untuk menjadiseorang bhikkhu. Istrinya memohon kepadanya untuk menunggu sampaikelahiran anak mereka. Ketika anak tersebut lahir, ia kembali memintakepada istrinya untuk memperbolehkannya pergi. Sekali lagi istrinyamemohon kepadanya untuk menunggu sampai anak tersebut dapat berjalan.Kemudian Dhammika berkata kepada dirinya sendiri, "Tidak ada gunanyabagiku meminta persetujuan dari istriku untuk menjadi bhikkhu, sayaharus berjuang untuk kebebasanku sendiri!" Setelah membuat keputusanteguh, ia meninggalkan rumahnya untuk menjadi seorang bhikkhu. SangBuddha memberikan objek meditasi kepadanya, dan ia mempraktekkanmeditasi dengan sungguh-sungguh dan rajin, tak lama kemudian iamenjadi seorang arahat.Beberapa tahun setelah itu, beliau menengok rumahnya dengan maksuduntuk mengajarkan Dhamma kepada istri dan anaknya. Anaknya menjadibhikkhu dan kemudian mencapai tingkat kesucian arahat. Sang istrikemudian berkata, "Sekarang suami dan anakku telah meninggalkan rumah,saya lebih baik pergi juga." Dengan dasar pertimbangan kata-katatersebut, ia juga meninggalkan rumah dan menjadi bhikkhuni, danakhirnya mencapai tingkat kesucian arahat juga.Dalam pertemuan para bhikkhu, Sang Buddha mengatakan bagaimanaDhammika menjadi seorang bhikkhu dan mencapai tingkat kesucian arahat,bagaimana Dhammika berupaya membuat anak dan istrinya menjadi arahatjuga. Kepada mereka Sang Buddha bersabda, "Para bhikkhu, orangbijaksana tidak menginginkan kekayaan dan kemakmuran yang diperolehdengan cara tidak benar. Apakah hal itu dilakukan demi dirinya sendiriatau demi orang lain. Ia hanya bekerja untuk tujuan membebaskandirinya dari roda tumimbal lahir (samsara) dengan cara memahami Dhammadan hidup sesuai dengan Dhamma."Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 84 berikut ini:Seseorang yang arif tidak berbuat jahat demi kepentingannya sendiriataupun orang lain,demikian pula ia tidak menginginkan anak, kekayaan, pangkat ataukeberhasilan dengan cara yang tidak benar.Orang seperti itulah yang sebenarnya luhur, bijaksana, dan berbudi.

Tidak ada komentar: